Multiplier Effect of Productivity on Islamic View
Oleh: Muhammad Sultan Al Fajri (Bisnis Islam 2021), Staf Departemen Kajian IBEC FEB UI 2022
Pandemi COVID-19 di Indonesia beberapa waktu lalu masih menyisakan luka bagi perekonomian di Indonesia, salah satunya terkait masalah pengangguran. Tingkat pengangguran di Indonesia sendiri mengalami peningkatan pada awal pandemi, pada Agustus 2019 angka pengangguran mencapai 7,05 juta orang dan pada Agustus 2020 naik menjadi 9,77 juta orang. Pada masa itu, dunia usaha mengalami banyak kerugian, seperti pembatasan jam operasional yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan para pengusaha sehingga mau tidak mau harus mengurangi beban operasional mereka. BPS mengumumkan bahwa pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II dan III berada pada tingkat negatif, -5,32% dan -3,49% secara berurutan, sehingga Indonesia sudah dapat dikatakan memasuki masa resesi. BPS mengumumkan bahwa pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II dan III berada pada resesi dan menyebabkan ekonomi Indonesia minus pada kuartal dua 2020 kemarin. Akan tetapi, seiring dengan penanganan pandemi yang dilakukan oleh berbagai pihak, pada Agustus tahun 2021 angka tersebut mengalami penurunan sebesar 0,58% atau berkurang menjadi 9,10 juta orang menurut BPS. Pada kuartal II 2021, Indonesia berhasil lepas dari masa resesi setelah ekonomi Indonesia mencapai 7,07%.
Jumlah angkatan kerja Indonesia mengalami peningkatan dan pengangguran mulai berkurang, menurut BPS, tren pengangguran yang menurun sejalan dengan perbaikan ekonomi pada 2020. Pengangguran sejatinya bukan hanya terjadi karena satu faktor saja, akan tetapi hal tersebut juga dapat terjadi akibat beberapa faktor baik dari dalam maupun luar. Faktor — faktor tersebut diantaranya adalah: ketidakstabilan ekonomi, tidak bertemunya skill dari para pencari kerja dengan orang yang menerima pekerjaan, ataupun kemalasan dari diri mereka sendiri. Fenomena tersebut juga menimpa sebagian saudara kita sesama muslim. Mereka beranggapan bahwa dunia ini sementara dan akhirat merupakan tempat tinggal mereka yang kekal abadi. Memang tidak ada yang salah dengan argumen ini, tetapi hal tersebut seakan mereka jadikan legitimasi untuk menjadi kurang produktif dalam bekerja.
Dalam Islam, sesuatu yang seseorang kerjakan sering didefinisikan dengan amalan. Amalan atau pekerjaan ini dilakukan untuk memenuhi kewajiban dan kebutuhan sehari-hari serta sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menurut Asyraf Hj Ab Rahman, istilah “kerja” dalam Islam bukan hanya untuk mencari rezeki saja bagi keluarga dan diri sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan saja, namun juga untuk amalan atau pekerjaan yang memberikan kebaikan dan keberkahan bagi keluarga, diri sendiri, dan sekeliling kita. Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt. Dalam Surat Al — Qashash ayat ke 77 yang berbunyi:
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash/28:77).
Dalam bekerja kita tidak hanya sekedar melakukan apa yang diminta oleh atasan, tidak hanya bekerja semampu kita dan bertawakal tanpa usaha lebih padahal menginginkan hasil yang lebih, serta bekerja tidak hanya untuk mencari uang saja, bekerja juga dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan dengan sungguh-sungguh. Lebih baik kita bekerja tidak hanya bertawakal namun juga berikhtiar dan tidak hanya berdoa saja tetapi kita harus berusaha lebih keras lagi untuk mendapat hasil yang lebih baik. Usaha sungguh-sungguh dan dalam keadaan apapun tetap mengingat Allah. Meninggalkan pekerjaan dan kembali kepada Allah untuk bersyukur, mengingat karena Allah dan usaha kita yang membuat kita dapat berhasil dan meraih tujuan kita.
Pekerjaan yang kita lakukan sejatinya bukan hanya memberikan kebaikan bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang di sekeliling kita. Seperti contoh, seseorang yang bekerja sebagai polisi atau penjaga keamanan. Selain Ia dapat memberikan nafkah bagi diri dan keluarga, Ia juga memberikan manfaat bagi sekeliling yang terkena dampak kebaikan dari rasa aman. Mencari nafkah dengan bekerja merupakan hal istimewa dalam sudut pandang Islam. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang bekerja dengan pekerjaan yang benar akan mendapatkan ampunan Allah dan balasan kebaikan yang banyak. Orang-orang termotivasi dengan janji Allah bahwa mereka akan mendapat ampunan dan balasan kebaikan. Bekerja tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi duniawi, tetapi juga sebagai amalan untuk akhirat. Dalam Q.S An-Nisa/4:95 Allah berfirman:
لَا يَسْتَوِى الْقَاعِدُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ غَيْرُ اُولِى الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۗ فَضَّلَ اللّٰهُ الْمُجٰهِدِيْنَ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقٰعِدِيْنَ دَرَجَةً ۗ وَكُلًّا وَّعَدَ اللّٰهُ الْحُسْنٰىۗ وَفَضَّلَ اللّٰهُ الْمُجٰهِدِيْنَ عَلَى الْقٰعِدِيْنَ اَجْرًا عَظِيْمًاۙ
“Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (An-Nisa/4:95).
Secara konseptual, kata “berjihad”dalam ayat di atas dapat diartikan sebagai “bekerja”. Bekerja selain untuk keluarga dapat juga menyebarkan manfaat dengan memberikan lapangan pekerjaan bagi orang lain dan memberikan manfaat dari apa yang kita kerjakan. Agar pekerjaan yang kita lakukan tidak membosankan atau kurang sungguh-sungguh, kita juga dianjurkan untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keahlian kita. Pekerjaan akan jauh lebih menyenangkan dan mudah bila kita menyukai serta bisa di bidang tersebut. Selain itu kita bisa menemukan jati diri kita, menjadi manusia yang dapat bermanfaat bagi manusia yang lain.
Orang yang bertakwa dalam bekerja merupakan orang-orang yang sanggup untuk bertanggung jawab kepada tugas-tugas yang diberikan. Orang yang bertakwa akan melakukan yang terbaik dan penuh tanggung jawab, menjauhi kemungkaran, dan selalu menaati peraturan yang ada.
Allah SWT akan memberikan balasan untuk orang-orang yang bertakwa, termasuk dalam bekerja. Firman Allah SWT dalam QS. At-Talaq/65:2:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَطَلِّقُوْهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَاَحْصُوا الْعِدَّةَۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ رَبَّكُمْۚ لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْۢ بُيُوْتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللّٰهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذٰلِكَ اَمْرًا
“Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu iddah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru.” (At-Talaq/65:2).
Permasalahan ekonomi bukan hanya akan menyebabkan kriminalitas dan kemiskinan, tetapi juga dapat berkaitan dengan nilai maqashid syariah yakni hifzud-dinn atau melindungi agama. Agama Islam yang suci harus dijaga dari penghinaan, pelecehan, dan keburukan lainnya, agama Islam adalah agama dengan penuh kedamaian, keamanan ini untuk kepentingan seluruh umat manusia, untuk dapat menjalankan hidupnya dengan benar. Tawaran berat seperti ajakan untuk seorang umat Islam pindah agama akan dijanjikan bantuan ekonomi atau pekerjaan dapat ditolak dengan mudah apabila orang tersebut sudah memiliki pekerjaan yang bisa memenuhi kebutuhan hariannya. Bahkan sebenarnya, hal ini belum menjamin seseorang akan terhindar dari fitnah tersebut. Oleh karena itu, bekerja dapat juga dikategorikan sebagai suatu upaya jihad dalam menjadikan kondisi sosial masyarakat yang lebih baik.
Selain itu, seseorang dapat menjadi pengangguran akibat belum memenuhi kriteria atau persyaratan kerja tempat melamar. Ketidaksesuaian skill atau keterampilan juga menjadi alasan mengapa para calon pekerja belum juga diterima bekerja. Ketika keterampilan yang dimiliki berbeda dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan, perusahaan mungkin akan menolak untuk menerimanya. Seseorang ingin bekerja di bagian koding namun memiliki latar belakang sarjana akuntansi, tentunya tidak sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan.
Pengangguran bisa terjadi meskipun seseorang telah menempuh pendidikan yang tinggi. Dalam dunia pendidikan, mengejar tingkatan pendidikan yang lebih tinggi dan belajar di tempat terkenal serta diinginkan banyak orang sudah menjadi hal yang lumrah. Hal tersebut diperbolehkan dalam Islam, namun akan lebih baik jika dalam mendapatkan gelar-gelar pendidikan dari lembaga belajar tersebut disertai dengan menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, tidak hanya ingin gelar dan ijazah saja. Allah menyukai orang-orang yang menuntut ilmu dan derajat kita akan diangkat. Menuntut ilmu itu penting dalam proses belajar, ketika memasuki dunia kerja seseorang akan bekerja dengan bekal ilmu yang diperolehnya saat menempuh pendidikan.
Mengetahui apa yang akan kita tuju, serta menambah ilmu pengetahuan di luar bidang/ jurusan perkuliahan kita, akan jauh lebih baik dibanding hanya mengejar gelar dari suatu institusi pendidikan. Terkadang, perilaku tersebut menjadikan seseorang untuk terlalu memaksakan produktif terus-menerus yang tentunya tidak baik untuk kesehatan fisik dan mental. Untuk itu perlu menjaga agar niat menjadi lebih produktif tidak menjadi masalah baru yang muncul akibat toxic productivity.
Menjadi lebih produktif dengan harapan dapat terhindar dari kesulitan ekonomi seperti pemenuhan kebutuhan dasar hingga keinginan membeli barang-barang mewah juga dapat menjadi pendorongnya. Ketika seseorang merasa kurang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, motivasi untuk bekerja lebih keras dan menjadi lebih produktif muncul. Sama halnya jika seseorang sedang menginginkan membeli mobil, usaha dengan bekerja lebih untuk mendapatkannya akan dilakukan demi dapat membelinya. Produktivitas yang tinggi dapat dicapai ketika apa yang mempengaruhi produktivitas tersebut dipenuhi. Pemberian insentif yang tepat akan mendukung semangat kerja para karyawan di perusahaan.
Menjelang musim haji, masyarakat muslim sudah mulai mendaftar untuk pergi haji. Pergi haji memerlukan biaya yang tidak kecil bagi kelompok masyarakat tertentu. Dari sinilah muncul rasa ingin menjadi lebih produktif demi dapat berangkat haji, mulai bekerja lebih keras dan rajin serta menabung. Sama halnya ketika hari-hari besar Islam akan segera tiba, seperti hari raya Idul Fitri dan hari Raya Idul Adha, masyarakat muslim akan mulai bekerja lebih, ada yang menjual takjil hingga menjual hewan kurban. Selain motivasi ekonomi, motivasi akan pahala dari kegiatan ini juga akan diterima oleh orang-orang yang melakukannya.
Permasalahan di masyarakat tentunya juga perlu untuk mendapatkan solusi terbaik dari pemerintah. Sebelum itu, perlu diidentifikasi sumber yang merupakan penyebab masalah tersebut, dalam hal ini pengangguran. Ada penyebab yang berasal dari individu seperti budaya tidak mau bekerja keras, maka pemerintah harus memberikan motivasi kepada mereka.
Lingkungan kerja fleksibel dalam jam kerja yang minim perlindungan tempat kerja dan berkemungkinan menimbulkan eksploitasi adalah gig economy. Bagi generasi sekarang yang suka berganti-ganti karier karena tidak cocok di tempat kerjanya atau ingin mencoba hal lain, ini adalah sisi positif gig economy. Sedangkan sisi negatifnya adalah kekhawatiran akan eksploitasi yang dapat berkembang sejalan dengan meluasnya fenomena ini. Selain itu, para pekerja ini juga kurang mendapat perlindungan serta bayaran yang cukup kurang layak bagi mereka. Pekerja juga tidak mendapat libur dan tunjangan. Perusahaan melihat mereka hanya sebagai pekerja yang dikontrak bukan pekerja tetap.
Bagi umat muslim, dampak positif dari fleksibilitas jam kerja ini dapat dimanfaatkan untuk beribadah. Namun fleksibilitas ini faktanya tidak mudah dalam mendapatkan work life balance dengan situasi kerja seperti ini.
Pemerintah dengan berbagai elemennya, Kementerian Koperasi, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Bappenas serta BUMN, berperan menjadi fasilitator dalam mengubah kondisi masyarakat kearah lebih baik. Pengadaan fasilitas dan stimulus lain atau kebijakan, kemudian memberikan bantuan pengadaan alat-alat produksi untuk membantu UMKM berkembang dan bertahan dalam perekonomian.
Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan untuk upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lembaga kesehatan, pendidikan, dan lainnya yang akan digunakan masyarakat agar mendapat kesejahteraan.
Pemerintah harus melakukan upaya sungguh-sungguh dalam sektor-sektor produktif, investasi, dan penciptaan lapangan pekerjaan. Kebijakan yang berpihak pada masyarakat miskin akibat pengangguran supaya mereka mendapat prioritas dalam pembangunan. Hal ini dirasa akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan Steady State Theory dalam Solow Growth Model. Solow Growth Model sendiri merupakan model pertumbuhan ekonomi eksogen yang menganalisis perubahan tingkat output dalam suatu perekonomian dari waktu ke waktu sebagai akibat perubahan tingkat pertumbuhan penduduk, tabungan, dan teknologi. Pemerintah dan masyarakat Indonesia perlu memperhatikan permasalahan tersebut, terlebih Indonesia akan mencoba untuk mewujudkan generasi emas di tahun 2045.
Permasalahan baik dari segi sosial, ekonomi, maupun keagamaan pada nyatanya dapat bersumber dari satu akar masalah yang sama, yakni pekerjaan. Bekerja di dalam Islam bukanlah sebatas melaksanakan perintah atasan dan memperoleh uang sebanyak-banyaknya. Bekerja juga perlu dimaknai sebagai amalan yang didapatkan dengan niat yang ikhlas dan cara yang benar. Jika belum mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, bekerja pada pekerjaan yang benar adalah jalan terbaik, kondisi sulit dapat dijadikan motivasi untuk meningkatkan produktivitas dan bekerja keras. Kerja keras yang kita lakukan sejatinya diniatkan untuk bermanfaat bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi masyarakat luas.
Pengangguran bertambah dan berkurang sejalan dengan kondisi perekonomian dan kondisi individu atau kelompok itu sendiri, pemerintah selalu berupaya untuk mengurangi jumlah pengangguran dan dampak dari pengangguran itu sendiri. Masyarakat diharapkan memiliki motivasi dan semangat kerja yang tinggi untuk dapat memenuhi kebutuhannya dan sekaligus termasuk mendukung perekonomian negara.
Peran pemerintah dengan berusaha mengatasi pengangguran melalui cara mengeluarkan berbagai kebijakan dan bantuan kepada masyarakat merupakan suatu hal yang perlu dan harus dilakukan. Dengan memberikan bantuan dalam bentuk dana, pinjaman, barang modal, dan lainnya. Selain usaha pemerintah, dukungan dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah juga dibutuhkan demi mempercepat usaha tersebut agar tercipta kesejahteraan bagi masyarakat luas.
Wallahu a’lam bish-shawab
Referensi:
Agustus 2021: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,49 persen. Dilansir melalui https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/11/05/1816/agustus-2021--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-6-49-persen.html
corporatefinanceinstitute.com. “Solow Growth Model” https://corporatefinanceinstitute.com/resources/knowledge/economics/solow-growth-model/
indonesiabaik.id. Tingkat Pengangguran di Indonesia Mulai Menurun https://indonesiabaik.id/infografis/tingkat-pengangguran-di-indonesia-mulai-menurun
Kementerian Agama. (n.d). Surat Al-Nisa/4: 95. Qur’an Kemenag. https://quran.kemenag.go.id/sura/4/95
Kementerian Agama. (n.d). Surat At-Talaq/65: 2. Qur’an Kemenag. https://quran.kemenag.go.id/sura/65/2
Kementerian Agama. (n.d). Surat Al-Qasas/28: 77. Qur’an Kemenag. https://quran.kemenag.go.id/sura/28/77
Muhit, mugni. (2017). Implementasi Maqashid al-Syari’ah Pada Ekonomi dan Keuangan https://www.iaei-pusat.org/memberpost/ekonomi-syariah/implementasi-maqashid-al-syariah-pada-ekonomi-dan-keuangan-1?language=en
Pertumbuhan Positif 7,07 Persen, RI Resmi Keluar dari Resesi (2021, Agustus 5). https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210805113111-532-676719/pertumbuhan-positif-707-persen-ri-resmi-keluar-dari-resesi
Nerissa Arviana, Geofanni. (2021). Gig Economy: Definisi serta Dampaknya Terhadap Pekerja dan Perusahaan. https://glints.com/id/lowongan/gig-economy-adalah/#.YmQZLNpBxPY
Radiordk. (2020). Dampak Resesi Ekonomi, Indonesia Alami Beberapa Kerugian. http://rdk.fidkom.uinjkt.ac.id/index.php/2020/11/06/dampak-resesi-ekonomi-indonesia-alami-beberapa-kerugian-2/
Anwar, Moch. K. (2020). Produktivitas dalam Perspektif Ekonomi Islam. BISEI: Jurnal Bisnis Dan Ekonomi Islam, 5(01), 1–14. Retrieved from http://ejournal.unhasy.ac.id/index.php/bisei/article/view/714
Hasmy, Z. A. (2019). Konsep Produktifitas Kerja Dalam Islam. BALANCA: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1(2), 196–211. https://doi.org/10.35905/balanca.v1i2.1144
Mulyadi, Muhammad. (2016). Peran Pemerintah dalam Mengatasi Pengangguran dan Kemiskinan dalam Masyarakat. https://dprexternal3.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/776
Sanjaya, R. (2018). PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM. Advanced Optical Materials, 10(1), 1–9. Retrieved from https://doi.org/10.1103/PhysRevB.101.089902%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.nantod.2015.04.009%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41467-018-05514-9%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41467-019-13856-1%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s41467-020-14365-2%0Ahttp://dx.doi.org/1