Ibook : Akad Wadiah: Konsep dan Penerapan pada Masa Kontemporer
Oleh : Evelyn Fairuz Wibowo (Ilmu Ekonomi Islam 2019) dan Haya Huwaidah (Bisnis Islam 2020)
Mungkin teman-teman di rumah sudah tidak asing lagi dengan kata “wadiah” atau yang terlintas di otak kita ketika mendengar kata wadiah adalah jenis tabungan pada bank syariah. Namun, sebenarnya apa sih yang dimaksud wadiah? Secara bahasa al-wadau berarti meninggalkan, sedangkan al-wadiah adalah suatu barang tertentu yang ditinggalkan oleh pemilik kepada selain pemiliknya. Wadiah merupakan salah satu akad yang diperbolehkan menurut Islam dan tergolong sebagai akad tabarru atau tolong menolong. Menurut Syafi’iyah dan Malikiyah, akad wadi’ah didefinisikan sebagai sebuah akad memberikan orang lain sebuah perwakilan (agensi) untuk menjaga barang atau kepemilikan yang sah.
Dalil yang menghadirkan akad wadiah dalam Al-Quran surah Al-Baqarah/2: 283 yang artinya, “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.” Kemudian terdapat juga pada Al-Quran surah An-Nisa/4: 58, Allah Swt. berfirman:
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا — ٥٨
Artinya: “Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Q.S An-Nisa/4: 58)
Adapun jumhur ulama menetapkan 4 rukun akad wadiah. Rukun pertama dan kedua adalah adanya orang yang menitipkan barang (muwadi) dan orang yang dititipi barang (muwada). Ulama Hanafiyah mensyaratkan kedua belah pihak harus berakal, tidak boleh anak kecil yang belum berakal, orang gila, orang mabuk, hilang akal dan lainnya. Akan tetapi tidak disyaratkan harus baligh secara umur. Anak kecil diperbolehkan untuk melakukan akad titipan dengan adanya akal pada dirinya sebagaimana diperbolehkannya anak kecil melakukan akad perdagangan jual beli. Adapun jumhur ulama mensyaratkan kepada kedua belah pihak (penitip dan yang dititipi) sebagaimana dalam agensi (wakalah) yaitu baligh, berakal dan mumayyiz, yakni bisa membedakan mana yang benar dan salah.
Syarat selanjutnya adalah barang yang dititipkan (wadi’ah). Terkait dengan barang yang dititipkan harus berupa properti atau barang yang mampu untuk diberikan secara fisik. Barang titipan tidak bisa berupa hewan yang kabur atau hal lain yang tidak bisa dijamin. Syarat keempat adalah sighah titipan (ijab-qabul). Dalam praktik sighah wadiah (ijab-qabul) dapat berupa terucapkan (lafadh) atau hanya dengan persetujuan melalui gerakan dan tindakan seperti jual-beli muathah’ yang hanya perlu menggunakan isyarat karena pada dasarnya isyarat tersebut sudah menjadi urf dalam transaksi tersebut.
Selanjutnya, akad wadiah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Wadiah Yad Al-Amanah
Merupakan jenis akad wadiah yang murni, dimana pihak yang dititipkan tidak diperkenankan untuk memanfaatkan barang/uang yang dititipkan tersebut untuk keperluannya sendiri. Namun, pihak yang dititipkan berhak mendapatkan fee atas jasanya menjaga barang tersebut sehingga disepakati jual beli manfaat barang/jasa. Contoh penerapan akad Wadiah Yad Al-Amanah adalah layanan safe deposit box yang dimiliki perbankan.
2. Wadiah Yad Adh-Dhamanah
Akad Wadiah Yad Adh-Dhamanah adalah akad yang banyak digunakan dalam industri perbankan syariah. Dengan akad ini, pihak yang dititipkan barang/uang diberikan hak untuk memanfaatkan atau mengelolanya. Keuntungan yang didapatkan dari pengelolaan dana nasabah, sepenuhnya menjadi hak dari pihak yang dititipkan atau dalam hal ini adalah bank. Nasabah tidak berhak mendapatkan keuntungan atas pengelolaan dana tersebut. Contoh dari penerapan akad wadiah Yad Adh-Dhamanah adalah pada produk tabungan dan giro bank syariah.
Salah satu penerapan akad wadiah yang umum digunakan masyarakat adalah tabungan wadiah di bank syariah. Rujukan fatwa terkait dengan akad wadiah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No:02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan. MUI menjelaskan bahwa tabungan yang dibenarkan syariah ada dua, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Seperti namanya, tabungan wadiah menerapkan skema penitipan, dimana nasabah bertindak sebagai pihak yang menitipkan barang (muwaddi) dan bank syariah berperan sebagai pihak yang dititipi dana atau barang (mustauda). Fatwa DSN Nomor 02/DSN-MUI/IV/2000 menjelaskan mengenai Ketentuan Umum Tabungan Berdasarkan Prinsip Wadiah, yakni:
- Bersifat simpanan;
- Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan;
- Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Produk tabungan wadiah pada bank syariah terbagi menjadi dua jenis, yaitu wadiah yad al-amanah dan wadiah yad-dhamanah. Perbedaan antara kedua jenis tabungan wadiah tersebut terletak pada pengelolaan dana titipannya. Dana titipan tabungan wadiah yad al-amanah tidak boleh dimanfaatkan ataupun digunakan oleh pihak yang dititipi, dalam hal ini ialah bank syariah. Sehingga tabungan jenis ini murni berbentuk titipan. Sebaliknya, tabungan jenis wadiah yad-dhamanah memperbolehkan pihak yang dititipi untuk mengelola dan memanfaatkan dana titipin, tetapi jika terjadi kerugian maka bank berkewajiban penuh untuk mengganti dana tersebut. Mayoritas bank syariah di Indonesia memberlakukan produk tabungan wadiah jenis wadiah yad-dhamanah, sehingga bank syariah bisa memanfaatkan dana tabungan wadiah yang terkumpul untuk mendatangkan keuntungan tambahan.
Sebab, jika selama dikelola dana titipan tersebut mendatangkan keuntungan, bank syariah tidak berkewajiban untuk membagikan keuntungan tersebut kepada nasabah karena keuntungan tersebut sepenuhnya menjadi hak pihak yang dititipi. Namun, dana yang dititipi harus dikembalikan 100% kepada nasabah saat diminta sewaktu-waktu, baik pada tabungan wadiah yad al-amanah maupun tabungan wadiah yad-dhamanah. Hal ini menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat yang cenderung menghindari resiko atau biasa disebut risk averse.
Tabel 1. Rata-rata Dana Tabungan Wadiah dalam Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Nominal dalam Miliar Rupiah
Dari tabel di atas kita bisa lihat bahwa jumlah dana dalam produk tabungan wadiah terus meningkat seiring waktu. Bahkan tahun 2021 jumlahnya terus meningkat walaupun dalam kondisi pandemi COVID-19. Sebab, dibandingkan tabungan jenis mudharabah, tabungan wadiah memiliki resiko yang lebih kecil sehingga menjadi alternatif bagi masyarakat yang risk averse.
Pada era kontemporer saat ini, akad wadiah tidak hanya diterapkan pada produk bank yang sifatnya tabungan tetapi juga terhadap produk yang lain yang memudahkan seseorang untuk bertransaksi. Salah satu contoh akad wadiah kontemporer yang secara tidak sadar diterapkan adalah pemberian cashback pada dompet elektronik. Untuk membahas contoh tersebut kita harus membahas satu persatu alurnya, dimulai dari dompet elektronik itu sendiri. Menurut Bank Indonesia, dompet elektronik adalah layanan elektronik untuk menyimpan data instrumen pembayaran, antara lain alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik, yang dapat menampung dana untuk melakukan pembayaran.
Gambar 1. Faktor Pendorong Adopsi Dompet Digital
Berdasarkan laporan Boku Inc. berjudul “Mobile Wallets Report 2021”, sebanyak 69% responden di Indonesia mengatakan bahwa adanya cashback dan voucher merupakan salah satu faktor pendukung utama masyarakat menggunakan dompet elektronik. Oleh karena itu, tidak heran jika saat ini berbagai penyedia jasa dompet elektronik berlomba-lomba untuk memberikan cashback dan promo menarik. Alasan ini juga yang melatarbelakangi masyarakat mempunyai lebih dari 1 dompet elektronik.
Cashback yang diberikan oleh dompet elektronik memiliki ketentuan yang berbeda-beda, tergantung penyedia layanan dompet elektronik tersebut. Namun, secara umum, penawaran cashback oleh dompet elektronik terbagi menjadi dua macam, yakni berupa potongan harga langsung dan berupa poin yang bisa diakumulasi. Terdapat perbedaan pendapat dalam melihat skema tersebut, tetapi mayoritas ulama memperbolehkan dan memandang sebagai akad wadiah apabila ketika nasabah mengisi saldo dompet elektroniknya, maka saldo tersebut sepenuhnya milik nasabah dan hanya dititipkan pada pengelola dompet elektronik tersebut. Artinya, nasabah dapat menarik seluruh dananya ketika dibutuhkan. Jika skema yang diterapkan dompet elektronik sama seperti itu, maka pemberian cashback atau bonus lainnya diperbolehkan karena sebagai strategi atau hadiah pengelola dompet elektronik pada nasabah. Namun, jika saldo yang diisi pada dompet elektronik dianggap sebagai piutang nasabah terhadap pihak pengelola maka akad wadiah berubah menjadi akad qardh. Akibatnya, pemberian cashback akan dinilai sebagai tambahan manfaat dan diharamkan karena termasuk riba.
Melalui dua contoh di atas, dapat kita simpulkan bahwa penerapan akad wadiah sangat beragam bentuknya. Tidak dapat dipungkiri, bisa saja beberapa tahun ke depan akan ada penerapan akad wadiah yang lebih beragam. Walaupun begitu, perlu dipahami dan diingat bahwa bagaimanapun bentuk penerapannya, akad wadiah perlu diterapkan secara meluruh sesuai rukun dan akadnya, bukan hanya sebagai formalitas belaka. Dengan begitu diharapkan akad wadiah akan semakin berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat, serta menjadi pemicu untuk menerapkan akad syariah lainnya.
Wallahu A’lam Bishawab
Daftar Pustaka
Bank Indonesia. (2020). Kanal dan Layanan. Www.bi.go.id. https://www.bi.go.id/QRIS/default.aspx
Boku Inc. (2021). Mobile Wallets Report 2021. In Boku. https://boku.mobilewallet.report/
DSN Majelis Ulama Indonesia. (n.d). Fatwa DSN MUI No:02/DSN-MUI/IV/2000. https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa/page/14/
Faridhal, M. (2019). Analisis transaksi pembayaran nontunai melalui E-wallet: Perspektif dari modifikasi Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology 2. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 7(2).
FITRIYANI, F. (2019, February 19). TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TABUNGAN WADIAH (STUDI DI PD. BPR SYARIAH CILEGON MANDIRI).
Kementerian Agama. (n.d). Surat Al-Baqarah/2: 283. Qur’an Kemenag. https://quran.kemenag.go.id/sura/2/283
Lifepal. (2021, July 29). Wadiah — Pengertian, Jenis, dan Bedanya dengan Mudharabah. Lifepal Media. https://lifepal.co.id/media/wadiah/#Syarat_al-wadiah
Musa, M. bin. (2013, January 16). Fiqh Wadi’ah. Yufidia. https://yufidia.com/3290-fiqh-wadiah.html
Otoritas Jasa Keuangan. (2021). Statistik Perbankan Syariah — Desember 2020. Www.ojk.go.id. https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/statistik-perbankan-syariah/Pages/Statistik-Perbankan-Syariah---Desember-2020.aspx
Otoritas Jasa Keuangan. (2021). Statistik Perbankan Syariah — September 2021. Www.ojk.go.id. https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/statistik-perbankan-syariah/Pages/Statistik-Perbankan-Syariah---September-2021.aspx
Super Administrator. (2016, March 31). Akad Wadiah Pada Bank Syariah. Bank Mini Syariah UIN Alauddin Makassar. http://bahasa.uin-alauddin.ac.id/detailpost/akad-wadiah-pada-bank-syariah