Collective Ijtihad: A Promising Method for Islamic Economics and Finance
Ditulis oleh:
Muhammad Rayhan Rakananda (Ilmu Ekonomi Islam 2019)
Kepala Departemen Penelitian IBEC FEB UI 2021
Jurnal Acuan:
Judul: Methodology of Integrated Knowledge in Islamic Economics and Finance: Collective Ijtihad
Penulis: Rafikov, Ildus & Akhmetova, Elmira (2020)
Publisher: ISRA International Journal of Islamic Finance
LATAR BELAKANG
Sejak zaman dahulu hingga saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan merupakan suatu fakta yang tidak dapat kita mungkiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan melalui berbagai hal, seperti perkembangan teknologi, inklusifnya akses ilmu pengetahuan, banyaknya inovasi, dan lainnya.
Namun, tidak jarang juga saat ini dari permasalahan biasa hingga krisis sering terjadi. Hal ini disebabkan karena metode mono-disciplinary dalam memahami ilmu pengetahuan yang sering digunakan saat ini. Mayoritas ilmuwan saat ini hanya memiliki spesialisasi yang dalam di satu bidang saja, sehingga teori dan solusi yang dihasilkan cenderung salah menginterpretasikan realita yang akhirnya menimbulkan banyak permasalahan baru hingga krisis. Termasuk juga kebijakan ekonomi yang diturunkan dari teori ekonomi dengan metode mono-disciplinary, salah satunya menimbulkan krisis Subprime Mortgage di AS pada 2008–2009.
TUJUAN PENELITIAN
Menyadari bahwa ada kesalahan dalam metode dalam ilmu pengetahuan kontemporer, peneliti dari International Islamic University Malaysia (IIUM), Ildus Rafikov dan Elmira Akhmetova, mencoba untuk mengusulkan metode baru untuk ekonomi dan bisnis Islam kontemporer agar dapat menyelesaikan permasalahan riil sampai krisis hingga ke akar-akarnya. Metode yang akan diusulkan adalah menggabungkan revealed knowledge (ilmu Islam) dengan acquired knowledge (ilmu dunia, alam dan sosial) serta teknologi informasi.
METODE PENELITIAN
Rafikov dan Akhmetova melakukan banyak ulasan terhadap literatur terkait metodologi ilmu ekonomi dan bisnis Islam kontemporer serta integration of knowledge agar bisa menentukan metode paling tepat yang dapat diusulkan untuk ekonomi dan bisnis Islam.
PEMBAHASAN
Dalam tulisan Al-Alwani (2005), Allah SWT menyuruh Hamba-Nya untuk menggabungkan dua jenis bacaan untuk mengerti bagaimana keduanya saling berhubungan. Al-Alwani (2005) dalam tulisannya berkata bahwa “dua jenis bacaan” yang dimaksud adalah ilmu agama Islam dan ilmu dunia. Di mana hanya dengan mengerti esensi keduanya dan mengetahui keterkaitannya, kita dapat menciptakan peradaban yang indah dan teratur dengan ilmu yang dimiliki. Pernyataan tersebut mengarah kepada integration of knowledge. Dalam Islam, integration of knowledge diperlukan agar kita menyadari bahwa semua ilmu datangnya dari Allah SWT, dimana setiap ilmu ada kegunaannya masing-masing dalam kehidupan manusia dan saling melengkapi. Sehingga kita akan semakin beriman kepada-Nya.
Dari segi metodologi, menurut Kahf (2020) ekonomi Islam haruslah memiliki metodologi yang mirip dengan qawa’id fiqhiyyah melalui kajian fiqh. Dan menurut Saleem (2010), metodologi fiqh dan ekonomi berbeda. Di mana perbedaannya adalah fiqh lebih memiliki nilai normatif, sedangkan ekonomi lebih memiliki nilai positif. Selain itu, akar masalah ekonomi adalah kolektif, sedangkan akar masalah fiqh adalah individu. Untuk mengerti ekonomi Islam, diperlukan untuk mengerti fiqh dan ekonomi, dimana keduanya memiliki metodologi yang berbeda. Oleh karena itu, dibutuhkan integration of knowledge untuk dapat mengetahui ekonomi Islam itu sendiri sesuai dengan maqashid syariah.
Namun pada kenyataannya, kedua peneliti tersebut menemukan bahwa sebenarnya produk-produk dalam ekonomi dan keuangan Islam masih tidak memiliki inti sendiri, melainkan sangat mirip dengan konvensional. Mayoritas produk-produk keuangan Islam saat ini adalah sharia compliance, dimana hanya menghapus elemen haram pada spesifikasi produknya, tapi secara metodologi hampir sama dengan keuangan konvensional. Menurut Mirakhor & Smolo (2011), dampaknya adalah, produk-produk keuangan Islam lebih fokus dalam mengeliminasi riba, tanpa menghadirkan spektrum penuh transaksi dalam Islam, seperti bagi risiko dalam produknya. Menurut Ahmed (2014), hal ini dapat terjadi karena faktor eksternal dan internal. Faktor eksternalnya adalah regulasi yang terlalu membatasi dan faktor internalnya adalah motivasi ekonomi seseorang yang mengalahkan nilai agama.
Perlu diingat kembali, bahwa tujuan utama ekonomi dan keuangan Islam diimplementasikan di dunia adalah untuk melaksanakan maqashid syariah, bukan sekadar mengejar keuntungan atau market share semata. Oleh karena itu, kita harus memperdalam pengetahuan tentang maqashid syariah, dimana integration of knowledge dapat menjadi salah satu caranya. Sehingga, kita dapat menentukan strategi yang tepat dalam implementasi ekonomi dan keuangan Islam sesuai maqashid syariah menggunakan berbagai perspektif.
HASIL PENELITIAN
Akhirnya, mereka menemukan suatu metode yang dapat dikatakan berpotensi untuk ekonomi dan keuangan Islam kontemporer. Namanya adalah Collective Ijtihad. Melalui metode ini, penggunaan ilmu ekonomi dan keuangan Islam akan dilakukan dengan berbagai perspektif, yaitu perspektif ahli agama Islam, ahli ilmu dunia (alam dan sosial), dan ahli informasi dan teknologi di mana metode ini tujuan akhirnya adalah kebijakan ekonomi, agar kebijakan ekonomi dan keuangan Islam yang dibuat dapat menyelesaikan masalah riil ekonomi dan bisnis serta memiliki dampak berkelanjutan. Namun sebelumnya, perlu diklarifikasi bahwa ide awal dari metode ini tidaklah baru, melainkan sudah dikemukakan ide awalnya oleh Al-Alwani (2005). Penelitian ini hanya membantu menyuarakan dan memodifikasi metode ini menggunakan penelitian sebelumnya oleh Rafikov agar penelitian serta perumusan masalah terkait ekonomi dan keuangan Islam ke depannya menggunakan berbagai perspektif keilmuan dengan orientasi tolong-menolong dan saling membutuhkan.
Sumber: Jurnal Acuan
Gambar di atas merupakan bagan dari metode Collective Ijtihad yang akan dibahas lebih lanjut di bawah. Bagan tersebut memiliki tiga bagian:
Bagian pertama adalah “Main Objective” yang berisi tujuan utama dari syariat Islam dalam ekonomi, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan yang hakiki. Artinya, metodologi ini memiliki tujuan akhir yaitu menanamkan kebahagiaan hakiki pada manusia. Menurut Abdullah dan Wan Mansor (2016), kebahagiaan hakiki merupakan salah satu aspek dari maqashid syariah karena sudah tertanam di dalam dalil nash. Sehingga, terlepas dari latar belakang keilmuannya, peneliti harus menanamkan tujuan utama ini dalam metodologi.
Bagian kedua merupakan kotak di tengah bagan, yang merepresentasikan kerjasama ilmuwan antar lintas bidang ilmu, yang memiliki islamic worldview dan tauhid sebagai fondasi dalam mempelajari ekonomi dan keuangan Islam. Meski terlihat tidak mungkin, ada bukti empiris terkait aplikasi metodologi ini dalam penyelesaian masalah riil. Lalu, pendekatan ini akan lebih menjadikan masyarakat sebagai aktor utama dalam ijtihad, bukan pemerintah, sehingga produk akhirnya akan ada nuansa kerakyatan. Dan juga, metode ini selaras dengan QS Al-Maidah:2 yang artinya “….dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa.” Perlu diketahui, bahwa berbeda jenis ilmu, akan berbeda pula metode penelitiannya. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan teknis yang mumpuni dalam menjalankan metode ini.
Secara substansi, perspektif ilmu sosial dapat memberikan dimensi manusia dalam suatu permasalahan. Lebih spesifiknya, kecenderungan pada perilaku dan sejarah ketika dihadapkan suatu permasalahan. Perspektif ilmu alam dapat memberikan nilai yang berguna dalam aspek penelitian, serta aspek lingkungan alam dalam permasalahan. Tidak kalah penting, dibutuhkan perspektif IT karena digitalisasi yang sudah sangat masif saat ini. Sehingga, dapat dibayangkan bahwa produk akhir yang dihasilkan akan bermanfaat untuk manusia dan lingkungan alam, dan dengan tambahan perspektif IT tentu akan efektif agar produk akhir yang dihasilkan dapat beradaptasi di tengah digitalisasi.
Bagian ketiga merupakan “Academic and Industry Output” yang berisi produk akhir dari metode ini yang berupa rekomendasi kebijakan, pelatihan, penelitian, tulisan akademik, buku, dan artikel. Di mana bukan sekedar produk keilmuan biasa, tetapi produk keilmuan yang dalam pembuatannya menggunakan berbagai perspektif ilmu, sehingga diharapkan akan memberikan efek yang berkelanjutan di berbagai bidang. Diharapkan pada akhirnya bahwa produk-produk tersebut dapat digunakan oleh pemerintah sebagai referensi dalam merumuskan suatu kebijakan. Untuk itu, para ilmuwan harus mempublikasikan karya mereka dengan masif. Selain itu, berbagai pihak seperti akademisi, praktisi, dan peneliti dapat mempelajari isu ekonomi dan keuangan Islam, terlepas dari latar belakang pendidikannya dengan menggunakan produk keilmuan yang didesain dengan metode interdisciplinary approach.
KESIMPULAN
Secara nilai, metode Collective Ijtihad tadi terdapat nilai yang bermanfaat untuk kita semua. Bahwa, untuk melakukan perjuangan kita sebagai khalifah di muka bumi tentu tidak dapat kita lakukan seorang diri. Kita butuh pihak lain, yang dapat membantu agar ikhtiar kita sebagai khalifah lebih sempurna serta mempererat persaudaraan satu sama lain.
Sama halnya dengan ekonomi dan keuangan Islam kontemporer. Ketika ilmuwan dan peneliti ilmu tersebut hanya mengerti suatu isu dari perspektif ekonomi, tentu akhirnya akan salah menginterpretasikan realita sehingga teori yang dihasilkan malah menimbulkan permasalahan baru serta krisis.
Dengan adanya Integration of Knowledge dengan Collective Ijtihad, kita dapat memahami suatu isu menggunakan berbagai perspektif keilmuan serta dapat mengganti cara kita mencari kebenaran sejati, yaitu semua ilmu asalnya dari Allah SWT dan saling berkaitan. Serta, produk-produk ekonomi dan keuangan Islami yang dihasilkan menggunakan metode ini akan mempionirkan masyarakat sebagai aktor utama, menguntungkan pada manusia dan lingkungan alam, dan memiliki dampak yang berkelanjutan. Harapan akhirnya adalah produk yang dihasilkan dapat dipakai oleh pemerintah sebagai referensi dalam pembuatan kebijakan.
PENDAPAT DARI PENGULAS
Temuan dari jurnal acuan sangat menginspirasi kita semua untuk bekerja sama antar bidang ilmu, dan yang paling penting, untuk tidak mengkotak-kotakkan ilmu. Karena pada hakikatnya, semua ilmu bersumber dari Allah SWT. Metode Collective Ijtihad dalam ilmu pengetahuan memang masih dibilang jarang dalam pengimplementasiannya karena metode mono-disciplinary yang saat ini mayoritas dari kita anut dalam mengemban ilmu pengetahuan. Tetapi, bukan tidak mungkin di masa mendatang metode ini akan diimplementasikan untuk membuat produk keilmuan. Dalam tulisan Rizal (2016), Collective Ijtihad dilakukan untuk merumuskan haramnya bunga bank oleh Nahdlatul Ulama (NU) meskipun secara aspek berbeda dengan jurnal acuan.
Meskipun kita saat ini belum di tahap interdisciplinary dalam keilmuan, mari kita bersama-sama menjalankan maqashid syariah dari Collective Ijtihad itu sendiri, yaitu agar kita sama-sama berjihad di jalan Allah SWT karena untuk menegakkan ajaran-Nya dibutuhkan pergerakan secara kolektif, bukan sendiri-sendiri. Di mana hal pertama yang harus dilakukan adalah memperkuat solidaritas umat Islam, mulailah dari kita untuk menjaga dan memanjangkan tali silaturahmi kepada orang-orang di sekitar kita. Karena ketika umat Islam sudah solid, akan lebih mudah untuk mengajak sesamanya menuju nilai-nilai Islam. Tidak lupa, umat Islam juga harus merangkul para nonmuslim di sekitar agar dapat menjadi cerminan nilai kebaikan Islam kepada nonmuslim.
Referensi:
- Jami’an, Rizal Bin. (2016). “IJTIHAD JAMA’I NAHDLATUL ULAMA (NU) DAN IJTIHAD QIYASI
MUHAMMADIYAH TENTANG BUNGA BANK DALAM PRAKTIK PERBANKAN”. Yogyakarta. Jurnal Hukum Respublica